Mahasiswa
memiliki posisi penting di masyarakat. Di sisi lain, mahasiswa adalah
fase manusa yang paling optimal. Kekuatan fisik, kematangan pikiran,
intelektualitas, seluruhnya sudah terdapat pada fase mahasiswa. Dengan
demikian, mahasiswa mampu untuk memiliki kepekaan yang tinggi. Kepekaan
terhadap kondisi kekinian bangsa, salah satunya di bidang pendidikan.
Pendidikan
merupakan aspek paling penting pada sebuah peradaban bangsa. Dengan
memiliki pendidikan yang berkualitas dan berkarakter, sebuah bangsa
dapat mengoptimalkan pembangunannya. Kelaparan, pengangguran,
kemiskinan, tidakan kriminal, KKN, dan masalah – masalah sosial lainnya
dapat teratasi. Terbentuknya sebuah bangsa yang bermartabat berawal dari
pendidikan yang bermartabat pula.
Akan
tetapi, kondisi pendidikan bangsa Indonesia sangat jauh dari yang
dimimpikan. Bangsa yang konon pada jaman Mojopahit pernah menguasai Asia
Tenggara ini telah dibodohkan penjajah Belanda selama 3,5 abad.
Keterpurukan di bidang pendidikan itu belum juga tertuntaskan hingga
saat ini.
Pada
September 2001, hasil penelitian di Singapura menunjukkan bahwa sistem
pendidikan nasional pada urutan 12 dari 12 negara Asia, ini lebih rendah
dari Vietnam Senada dengan itu, di tahun 2000 hasil penelitian program
pembangunan PBB (UNDP) menunjukkan kualitas SDM Indonesia di urutan 109
dari 174 negara, jauh dibandingkan negara tetangga seperti Singapura di
urutan 24, Malaysia di urutan 61,Thailand di urutan 76 dan Philipina di
urutan 77.
Lebih
ironis lagi jika kita berkaca pada laporan International Institute of
Management Development pada tahun 2000 yang menyebutkan, dari 48 negara
yang diukur, daya saing SDM Indonesia menempati urutan ke-47, sementara
Thailand 34, Filipina 32, Malaysia 27, Singapura 2. Salah satu faktor
penting yang menyebabkan rendahnya peringkat HDI Indonesia adalah angka
partisipasi pendidikan. Data dari Balitbang Depdiknas menyebutkan angka
partisipasi murni (APM) pada jenjang SD/MI 94,44, SLTP/MTs 54,81, dan
SLTA 31,46. Angka yang diperoleh Indonesia itu masih lebih rendah jika
dibandingkan dengan negara tetangga. Angka partisipasi kombinasi
pendidikan dasar, menengah, dan tinggi Indonesia sekitar (64%), Malaysia
65%, Singapura 73%, Filipina 82%, dan Korea Selatan 90%.
Banyak
hal yang menyebabkan kondisi pendidikan di Indonesia terpuruk seperti
ini. Sistem pendidikan di Indonesia yang tidak stabil, anggaran
pendidikan Indonesia yang kurang tepat sasaran, kualitas sumber daya
pengajar yang kurang diperhatikan, serta infrastruktur yang kurang
memadahi menjadi faktor penghambat kemajuan pendidikan di Indonesia.
Sistem
pendidikan di Indonesia selalu berubah setiap negeri ini berganti
kepemimpinan. Selama saat saya menjalani pendidikan dasar 12 tahun
misalnya. Pada saat saya SD, kurikulum pendidikan menggunakan kurikulum
94. Saat SMP, kurikulum berubah menjadi KBK. Dan saat SMA, kurikulum
kembali berubah, menjadi KTSP. Ternyata itu sudah terjadi sejak tahun
1950 ketika kurikulum pertama, “Rencana Pelajaran Terurai” diterapkan.
Itu baru masalah di kurikulum pendidikan. Belum lagi tentang buku paket
pembelajaran, tujuan pembelajaran, silabus pengajaran, dan poin – poin
kecil pada sistem pendidikan yang lainnya.
Menurut
MK UU APBN 2006 menyalahi amanah konstitusi UUD 1945 pada amendemen ke
empat (18/8/2002), Pasal 31 ayat (4), Negara mengalokasikan sekurang –
kurangnya 20% dari APBN. Akan tetapi realisasi hal tersebut tidak
berjalan semulus yang direncanakan. Bisa saja benar jika 20% dari APBN
disalurkan untuk pendidikan, namun sudah tepat sasaran kah? Penyaluran
BOS dan bantuan pendidikan yang lain masih belum tepat sasaran.
Guru
merupakan entitas yang berhubungan langsung dengan pelajar. Guru yang
inspiratif dapat menetaskan pelajar – pelajar yang prestatif. Namun,
apakah kualitas guru sebagai pendidik generasi penerus bangsa ini sudah
terkualifikasi dan terkontrol dengan benar? Memang benar program
sertifikasi pengajar sudah dilakukan. Namun, seberapa efektif kah
program tersebut dijalankan? Belum terdapat data yang menjelaskan hal
tersebut.
Infrastuktur
pendidikan yang belum memadahi menjadi penyebab selanjutnya. Jika
Indonesia hanya pulau Jawa, tingkat pembangunan infrastuktur bidang
pendidikan bisa dibilang bagus. Akan tetapi, Sulawesi, Sumatra, Irian
Jaya juga merupakan bagian dari Indonesia. Sudahkah infrastuktur
pendidikan di sana memadahi? Hal ini juga berdampak pada ketidakmerataan
tingkat pendidikan di Indonesia.
Beberapa
faktor penghambat manjunya pendidikan tersebut, ada sebuah penyebab
yang melatarbelakanginya. Ialah belum adanya realisasi dari Visi
Pendidikan Indonesia jangka panjang. Sebuah visi yang jelas dapat
mengarahkan seluruh entitas yang ada di dalamnya. Sistem pendidikan,
realisasi 20% dana APBN untuk pendidikan, penyikapan dari seluruh stakeholder di
bidang pendidikan, dan perbaikan infrastruktur mengacu pada visi yang
sama. Dari visi yang terintegrasi tersebut, diharapkan seluruh elemen
bisa bergerak sinergis menuju pendidikan Indonesia yang berkarakter dan
bermartabat.
Mahasiswa
seharusnya peka menanggapi masalah seputar pendidikan ini. Karena pada
hakekatnya, mahasiswa merupakan konsumen pendidikan. Mahasiswa merupakan
entitas yang bisa menikmati pendidikan di tingkat perguruan tinggi.
Oleh karena itu, bukan saatnya bagi mahasiswa untuk bersifat egois,
melakukan demonstrasi atas kebijakan pendidikan di kampus saja. Sekarang
saatnya mahasiswa harus memikirkan selusi atas permasalahan di dunia
pendidikan ini.
Memang
benar, mahasiswa tidak mungkin membuat keputusan strategis mengenai
sistem pendidikan, meningkatkan kualitas guru dengan mengadakan program
sertifikasi mandiri, membangun infrastuktur secara mandiri, dan hal –
hal yang bersifat strategis lainnya. Lantas, bagaimana mahasiswa
menyikapi dan memberi solusi atas permasalahan ini?
Peran
dan Fungsi Mahasiswa lah yang seharusnya dapat diterapkan sebagai
solusi di bidang pendidikan ini. Dengan mengamalkan PFM, mahasiswa bisa
membuat suatu pemikiran yang rekonstruktif dan solutif terhadap
permasalahan seputar pendidikan di bangsa ini. Buah pikiran tersebut
dapat disumbangkan kepada pihak terkait. Selain itu mahasiswa bisa
melakukan kontrol terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah dalam dunia
pendidikan. Dengan demikian, komunikasi antara mahasiswa, masyarakat,
dan pemerintah dapat berjalan dengan baik dengan menghasilkan suatu
solusi bagi kebuntuan permasalahan pendidikan.
Mahasiswa
sebagai generasi intelektual hanya bisa dihargai eksistensinya dengan
kualitas intelektualnya pula, bukan dengan hal lainnya. Jika mahasiswa
sudah tidak lagi bisa mengandalkan kecemerlangan intelektualnya, maka
kemampuan lain apa yang bisa dipertaruhkan mahasiswa bagi negara ini.
Oleh karena itu mahasiswa memiliki kontribusi yang besar terhadap
peningkatan mutu pendidikan bangsa. Kontribusi itu bisa berupa:
· Pengembangan Potensi Diri
Mahasiswa mengembangkan potensi dirinya sebagai bentuk kesadaran akan hakikat pendidikan yang mendasar.
· Melakukan Kontrol Kebijakan Pemerintah
Sesuai
dengan peran dan fungsinya, mahasiswa wajib melakukan kontrol kebijakan
pemerintah, khususnya kebijakan menegnai penentuan arah dan
karakteristik pendidikan bangsa.
· Memenuhi Kebutuhan akan Perbaikan Sistem Pendidikan Nasional
Mahasiswa
seharusnya mampu menjawab dan memberi solusi atas kebutuhan – kebutuhan
akan perbaikan sistem pendidikan di Indonesia. Hal yang paling
sederhana adalah dengan berprestasi di bidang kita masing – masing.
Dengan seperti itu, akan lahir banyak ahli di banyak bidang. Ahli – ahli
tersebut sekaligus sebagai pemberi solusi terhadap permasalahan
pendidikan di Indonesia.
Dengan
menerapkan usaha – usaha tersebut, diharapkan mahasiswa benar – benar
berperan dalam perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia. Indonesia
tidak butuh wacana untuk berubah. Indonesia butuh peubah, entitas yang
bisa mengubah keterpurukan, menjadi kemakmuran. Mahasiswa harus mampu
menjadi entitas peubah itu, demi Indonesia yang lebih baik dan
bermartabat.